SEJARAH PERUSAHAAN ROKOK KRETEK KUDUS

Museum Kretek Kudus

Jika kita berbicara tentang Perusahaan Rokok Kudus, tentunya kita sedikit banyak akan ingat perjalanan bisnis Pemilik Rokok Djarum Robert Hartono. Perjalanan bisnis rokok Djarum tidak terlepas dari sejarah di daerah Kudus yang merupakan basis perusahaan rokok di Indonesia dengan berbagai merek. Sejak zaman Belanda Kota Kudus merupakan daerah penghasil rokok terbesar di Indonesia.

 

Pada masa penjajahan Belanda, Raja Kretek M. Nitisemito memiliki perusahaan rokok Cap Bal Tiga. Raja Kretek Nitisemito tersebut mempekerjakan dua orang akuntan kulit putih yang bernama H. J. Voren dan Poolman di perusahaan Rokok Cap Bal Tiga, keduanya berkebangsaan Belanda.

 

Berawal dari sakit pada bagian dada, sehingga Haji Djamari disebut sebagai Penemu Rokok Kretek. Saat itu, beliau mengobati bagian dadanya yang sakit dengan minyak cengkih dan hasilnya menunjukkan sakitnya semakin berkurang. Kemudian beliau mengeksplorasikan idenya dengan cara mencampurkan tembakau dan merajang cengkeh yang akan dilinting menjadi rokok. Setelah Haji Damari menghisap rokok cengkih tersebut, sakitnya semakin hari semakin berkurang dan pada akhirnya Haji Damari sembuh total dari sakit dadanya. Kabar ini menyebar dari mulut ke mulut di Kota Kudus.

 

Hal tersebut di atas sehingga membuat Haji Djamari menjadi Produsen Rokok Cengkih dan permintaan terus berdatangan. Penemuan Rokok Cengkih Haji Djamari diperkirakan antara tahun 1870-1880 karena pada tahun 1890 Haji Djamari meninggal dunia. Jadi di tahun 1870-1880 merupakan kelahiran Rokok Kretek Kudus yang berawal dari pengobatan kemudian berkembang jadi bisnis yang menggiurkan.

 

Masyarakat pedalaman yang miskin, memiliki kebiasaan melinting rokoknya sendiri dengan menggunakan bahan baku berupa kertas dan klombot. Umumnya masyarakat menyebutnya dengan istrilah “tingwe” yaitunglinting dewe alias menggulung sendiri. Inilah awalnya rokok pertama yang menggunakan bahan baku saat itu, yaitu menggunakan klombot (kulit jagung) kemudian dimodifikasi dengan bahan kerta. Saat ini diproduksi secara massif dan sekarang menjadi rokok seperti sekarang.

 

Yang namanya bisnis selalu terjadi persaingan. Perjalanan bisnis rokok kretek Kudus pun tidak terlepas dari persaingan. Produsen rokok kretek pribumi dan keturunan Cina (Tiongkok) terjadi persaingan yang sengit. Pada permulaan abad ke-20, seluruh produsen rokok di Kudus semuanya orang pribumi, karena bisnis rokok kretek saat itu sangat menggiurkan maka para pengusaha asal Tiongkok beramai-ramai memulai usahanya di bidang rokok kretek.

 

Hal inilah yang menjadikan persaingan hebat antara pribumi dan pengusaha Tiongkok. Puncaknya pada 31 Oktober 1918 terjadi kerusuhan hebat yang melibatkan keduanya di Kudus. Terjadi banyak korban diantara mereka, begitu pula banyak pabrik rokok kretek yang dibakar. Akibatnya, para pengusaha pribumi yang dimeja-hijaukan sehingga harus menerima hukuman penjara. Industri rokok kretek juga menurun karena pengusaha rokok kretek pribumi banyak yang di penjara. Hal inilah yang membuat kesempatan bagi pengusaha Tionghoa berhasil merebut posisi pribumi dalam bisnis rokok kretek di Kudus.

 

Studi kepustakaan yang dilakukan oleh Solichin Salam (1983) tentang Sejarah Kretek di Kudus, menghasilkan catatan sebagai berikut:

  • Pada tahun 1870-1880, Haji Djamari disebut sebagai Penemu Rokok Kretek
  • Haji Abdul Rasul dan Haji Ilyas merupakan pengusaha pribumi yang mempelopori produksi massal industri rokok di Kudus.
  • M Nitisemito, HM. Muslich, M Atmowidjojo, HM Ashadi, M Sirin, M Nadirun, M Rusjdi, HM Ma’roef, HM Nawawi, dan HM Asliasikin dikenal sebagai Raja-Raja Kretek yang namanya tercatat dalam sejarah rokok kretek di Kudus.
  • Setelah di Kudus, akhirnya muncul perusahaan rokok lain di Jawa Tengah, seperti: rokok cap Djitoe dan Kerbau di Solo dan rokok cap Gentong di Semarang. Di Jawa Timur juga berdiri perusahaan rokok, seperti: rokok cap Bentoel di Malang, rokok cap Gudang Garam di Kediri, dan rokok Dji Sam Soe di Surabaya.
  • Pemasaran rokok kretek secara modern dipelopori oleh M Nitisemito, sementara penggunaan mesin dalam memproduksi rokok kretek di Kudus secara masal pada masa penjajahan Belanda dipelopori oleh HM Nawawi.
  • Pabrik rokok kretek di Kudus yang besar antara lain Trio dan Kaki Tiga, Gunung Kedu, Tebu & Cengkeh, dan Bal Tiga ketika zaman Nitisemito.
  • Pasca Bal Tiga mengalami kejayaannya. Terdapat tujuh perusahaan rokok kretek yaitu: Nojorono, Kaki Tiga, Tebu & Cengkih, Gunung Kedu, Garbis, Delima, dan Jangkar
  • Industri rokok kretek mulai surut ketika Jepang menjajah Indonesia. Meskipun saat itu persediaan tembakau ada, akan tetapi digantikan dengan daun jambu, daun cengkih dan lain-lain.
  • Industri rokok kretek di Kudus kian bermunculan meskipun berskala kecil. Pasca kemerdekaan Indonesia bermunculan perusahaan roko baru, seperti: Jambul Bol, Delima, Nojorono dan Gunung. Selain itu, muncul pendatang baru di industri rokok kretek, seprti: Djarum, Anggur, dan Sukun.
  • Ketika Presiden Soekarno berkuasa, terdapat 6 pabrik rokok kretek besar, seperti: Sri Hesti, Djarum, Ang­gur, Sukun, Nojorono, dan Djambu Bol.
  • Sedangkan di Presiden Soeharto, terdapat 7 industri rokok kretek di Kudus, seperti: Djambu Bol, Sukun,Djarum, dan Nojorono.

Tinggalkan komentar